top of page
Pandu Laut Nusantara

Imbas Krisis Iklim dan Ekspansi Industri, Penghidupan Nelayan Terancam


ilustrasi, pixabay.com

Laporan Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2021 mencatat terus menurunnya jumlah nelayan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyebut penurunan jumlah nelayan ini didorong dua faktor utama. Krisis iklim dan ekspansi industri ekstraktif di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.


Krisis iklim membuat nelayan sulit menangkap ikan di laut. Mereka kesulitan memprediksi cuaca hingga gelombang tinggi yang menyebabkan nelayan tidak melaut.


Krisis iklim juga berujung kematian nelayan. Pada tahun 2020, WALHI mencatat jumlah nelayan yang meninggal di laut adalah 251 orang.


Masalah iklim ini juga akan masih menjadi ancaman di masa mendatang. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporan terbarunya Februari 2022 melaporkan, krisis iklim bakal memperparah kenaikan suhu dan memaksa ikan bermigrasi dari wilayah tropis.


Ini berdampak berkurangnya penangkapan ikan Indonesia sebesar 24 persen. Sebesar 99 persen terbumbu karang di Asia Tenggara akan mengalami pemutihan dan mati karena krisis iklim pada tahun 2030 dan 2050.


Sedangkan ancaman kedua, adalah masalah industri ekstraktif di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Nelayan berhadapan dengan proyek reklamasi dan pertambangan.


WALHI mencatat, sebanyak 747.363 keluarga nelayan di Indonesia terdampak oleh proyek reklamasi. Sampai dengan tahun 2040, pemerintah Indonesia merencanakan wilayah reklamasi seluas 2.698.734,04 hektar dari angka 79.348 hektar pada tahun 2020.


Terdapat sejumlah proyek pertambangan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang menyebabkan lebih dari 35 ribu keluarga nelayan di Indonesia kehilangan ruang hidupnya.


Selain itu, sebanyak 6.081 desa pesisir kawasan perairannya telah tercemari limbah pertambangan. Sampai dengan tahun 2040, pemerintah merencanakan proyek pertambangan di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil seluas 12.985.477 hektar.


Ancaman Penangkapan Ikan Terukur


Kebijakan teranyar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), penangkapan ikan terukur yang merupakan turunan UU Cipta Kerja, bakal memberi kompensasi kepada korporasi besar untuk menangkap ikan berdasarkan kuota di sejumlah WPP dengan sistem kontrak jangka waktu tertentu.


Sistem kontrak ini memungkinkan perusahaan mendapatkan penguasaan kuota yang lebih besar lagi. Ini kemudian mendorong persaingan bebas antara nelayan kecil dengan kapal-kapal besar di lautan Indonesia.


"Kebijakan penangkapan terukur adalah bentuk privatisasi, swastanisasi, dan liberalisasi sumber daya ikan di Indonesia yang meminggirkan nelayan dari ruang hidupnya," ujar Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi, Parid Ridwanuddin.

40 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page