Di tengah hiruk pikuk penanganan pandemi COVID-19, kapal-kapal asing mengambil kesempatan untuk kembali melakukan pencurian ikan di lautan Indonesia.
Berdasarkan data automatic identification system dan Citra Satelit yang dilaporkan Indonesian Ocean Justice Initiative (IOJI), intrusi kapal ikan di ZEE Indonesia sepanjang 2021 begitu masif. Setidaknya ratusan kapal ikan asing Vietnam dan Tiongkok, terdeteksi berkeliaran di Laut Natuna hingga Sulawesi.
Kapal-kapal ini diduga kuat melakukan aktivitas eklpoitasi kekayaan laut, pencurian ikan hingga melakukan penelitian. Tak cuma kapal penangkap ikan, coast guard hingga kapal militer mereka juga terpantau lalu lalang di perairan tersebut.
Di samping mencuri kesempatan kala pandemi, kebijakan penenggelaman kapal asing pencuri ikan yang boleh dibilang sudah berakhir, jadi alasan lainnya kapal-kapal ini kembali memenuhi perairan Indonesia.
Bagi Menteri Kelautan dan Perikanan 2014-2019 Susi Pudjiastuti, tak ada kebijakan lain yang lebih tegas daripada penenggelaman.
Selain menimbulkan efek jera karena besarnya kerugian yang harus mereka alami saat kapal ditenggelamkan, menurut CEO Pandu Laut Nusantara, kapal pencuri ikan sudah sepatutnya kembali ke dasar lautan sebagai rumah ikan. Ini diungkapkan Susi sewaktu menjadi pembicara dalam Podcast Ngobrol Tempo.
Kau curi ikan, kau kembali jadi rumah ikan!
"Bagi saya, tidak ada hal yang paling mengerikan bagi pemilik kapal selain kapalnya ditenggalamin. Berdasarkan karena saya ini orang laut ya, adil sekali. Kau curi ikan, kau kembali jadi rumah ikan!," tegas Susi.
Sepanjang menjabat Menteri KP, total kapal yang ditenggelamkan Susi adalah sebanyak 558 kapal. Mayoritas kapal tersebut berbendera Vietnam dan Tiongkok.
Bila praktik illegal fishing hanya ditangani dengan menjatuhkan denda, kata Susi, efek jera yang ditimbulkan sangat minim. Ini lantaran potensi cuan yang bisa didapat jauh lebih besar ketimbang denda yang mesti dibayarkan.
"Ya kalau denda itu tadi, ya hitung-hitung rugi sedikitlah. Sedangkan kalau harus bikin kapal lagi paling tidak satu tahun, harganya pasti di atas USD 1 juta," tuturnya.
Sepanjang penegakan hukum yang ia lakukan atas praktik illegal fishing, permasalahan lainnya juga kerap menyertai. Tak cuma sebatas pencurian ikan, ada juga perbudakan kapal, perdagangan manusia, hingga penyelundupan satwa-satwa langka.
Bila praktik demikian dibiarkan terus-terusan terjadi, kekayaan laut Indonesia boleh jadi tak dapat dinikmati oleh nelayan-nelayan kecil.
"Untuk saya Indonesia ini 79 persen wilayah laut. Kalau kita tidak bisa hidup dari laut ya sayang," pungkas pendiri Pandu Laut Nusantara.
Comments