Praktik illegal, unregulated, dan unreported fishing (IUUF), alias penangkapan ikan ilegal dan tak dilaporkan, masih menghantui perairan Indonesia. Pada pertengahan tahun 2022 ini, kasus-kasus IUU Fishing kembali mencuat.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, Moh Abdi Suhufan, mengungkapkan praktik unreported fishing di Laut Arafura ini cukup signifikan. Penangkapan ikan yang tidak dilaporkan tersebut mencapai 29,39 persen.
Angka ini disebut bisa jadi lebih besar. Ini lantaran banyaknya pelabuhan tangkahan ikan swasta di bawah pengelolaan perorangan. Setidaknya, terdapat 13 pelabuhan tangkahan di WPP 718.
Peneliti DFW Indonesia, Subhan Usman, mengatakan selain terdapat demand jual-beli gelembung ikan Gulama keluar Merauke yang mencapai Rp 20 juta per gram dan menempati 47 persen total hasil tangkapan yang disurvei, di WPP 718 sejauh ini tidak ada data jumlah kapal yang pasti dan tingkat kapal terdaftar yang rendah.
Berdasarkan data, di Merauke hanya terdapat 60 kapal dan Aru 165 kapal ukuran di bawah 7 GT yang terdaftar. Padahal diperkirakan lebih dari 1.000 kapal atau perahu ukuran sejenis yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di WPP 718.
Belum lama ini empat kapal ikan ilegal juga kedapatan beroperasi di Selat Malaka dan Perairan Ternate. Dua kapal berbendera Malaysia dan dua kapal ikan Indonesia. Ini menambah daftar sepanjang 2022 terdapat 79 kapal ilegal yang telah ditangkap, di mana 9 di antaranya berbendera Malaysia dan satu berbendera Filipina.
Pemerintah Indonesia tidak boleh cepat puas dan harus mampu bersikap tegas kepada penduduk di negara sendiri dan juga negara lain, yang warganya tertangkap tangan mencuri ikan di perairan kita. Jika tidak adanya kesanggupan dari pemerintah untuk membenahi hingga akar-akarnya, IUUF tidak akan pernah sepenuhnya hilang dari perairan Indonesia.
Sumber: Koral.
Comments