
JAKARTA (Pandu Laut) – Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) belum memiliki strategi pengganti, karena selama ini semua kegiatan dilakukan secara langsung atau offline. Selain itu, keterbatasan nelayan dan tidak lancarnya sinyal internet juga menjadi salah satu penyebab kegiatan penyuluhan tidak bisa dilakukan secara online.
Sementara yang bisa diupayakan oleh PPB adalah dengan melakukan pendataan nelayan yang terdampak pandemi Corona dan dibantu oleh koordinator nelayan sekitar. Data tersebut diberikan ke Dirjen Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), guna selanjutnya diwacanakan akan mendapatkan bantuan.
“Sementara hanya itu yang bisa kami lakukan. Semoga wacana bantuan tersebut dapat direalisasikan,” jelas Siti Khodijah, Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) yang ditempatkan di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Jakarta.
Pandemi Corona membuat situasi menjadi sangat tidak stabil. Salah satu pihak yang terdampak cukup serius adalah nelayan. Dari tingkat pembelian masyarakat yang menurun, hingga hasil tangkapan yang dihargai sampai 70% lebih murah dari situasi normal.
Siti juga mengatakan, bahwa harga hasil tangkapan juga turun drastis. Misalnya rajungan, yang sebelumnya dihargai Rp 65 ribu perkilo, kini bisa hanya Rp 15 ribu perkilo. Hal ini jelas tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan saat melaut.
“Tidak semua hasil tangkapan terjual seperti biasa. Dari semua hasil laut, kemungkinan hanya 10% yang terjual, sisanya terpaksa dikonsumsi sendiri atau dijadikan olahan yang memiliki nilai ekonomis, seperti olahan ikan atau dijadikan ikan asin,” kata Siti Khodijah.
Reporter: Indry Luxviyanto
Editor: Regina Safri
Comments