top of page
Gambar penulisPandu Laut Nusantara

Bahaya Kembang Api Tahun Baru bagi Lingkungan dan Makhluk Hidup


Ilustrasi kembang api. Dok.ist

Maraknya kembang api di Tahun Baru sekarang, karena sebelumnya ambisius masyarakat atas perayaan menyambut Tahun Baru yang identik dengan kembang api tertahan akibat Covid-19.


Hasrat yang tertahan tersebut terlepaskan di Tahun Baru sekarang. Namun di balik keindahan kembang api tersebut memiliki dampak yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.


Dikutip dari laman BBC Science Focus (5/1/2023), kembang api mengeluarkan berbagai campuran bahan kimia ke atmosfer yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan.


Adapun kembang api mengandung berbagai zat beracun yang berbahaya seperti pengoksidasi yang dikenal sebagai perklorat, sedangkan warna yang dihasilkan dari kembang api berasal dari senyawa logam.


Saat kembang api dibakar, reaksi kimia akan melepaskan asap dan gas seperti karbon dioksida, karbon monoksida, dan nitrogen.


Sementara itu, selama ledakan berlangsung, senyawa garam logam yang menampilkan warna sebenarnya tidak terbakar. Malah masih berupa atom logam yang akan berakhir sebagai aerosol yang meracuni udara, air, dan tanah.


Bahkan dapat menyebabkan berbagai macam, baik reaksi jangka pendek hingga jangka panjang bagi kesehatan saat terhirup oleh makhluk hidup.


Selain itu, kembang api tahun baru dapat menyebabkan polusi udara yang tinggi, seperti peningkatan tingkat polutan gas Oksida Nitrat dan Sulfur Dioksida.


Bukan hanya itu, berbagai peningkatan konsentrasi massa partikel halus juga terjadi, seperti konsentrasi logam berat, khususnya strontium (Sr), magnesium (Mg), kalium (K), barium (Ba), dan timbal (Pb).


Penyebar luasan polusi kembang api dapat terjadi akibat pengaruh angin, terbawa hujan, dan terakumulasi, sehingga membawa berbagai polutan kembang api bergerak jauh dari asalnya serta mencemari daerah lingkungan lain.


Salah satu dampaknya, misalnya meningkatnya polutan di dalam air. Sebuah penelitian menemukan bila konsentrasi perklorat (bahan kimia anorganik yang digunakan dalam kembang api) meningkat hingga 1028 kali setelah 14 jam pertunjukkan kembang api dan baru bisa hilang dalam waktu 20-80 hari.


Sementara itu, logam berat dari bekas kembang api juga meninggalkan debu halus dan polusi logam berat yang terus melayang selama berhari-hari.


Sisa kembang api yang tidak dibuang pada tempatnya, dapat mencemari lingkungan yang mengancam hidup satwa liar dan hewan ternak, karena bisa saja mereka mengira residu beracun kembang api sebagai makanan, dan sampah plastik dari sisa kembang api merupakan sampah yang sulit terurai.


Mengutip Forbes, sebuah studi tahun 2010 memperkirakan dampak kesehatan dari polusi kembang api dan ditemukan bahwa risiko relatif kematian kardiovaskular meningkat hingga 125,11% dan risiko relatif morbiditas kardiovaskular meningkat sebesar 175,16% selama hari musim dingin biasa.


Sumber: detikedu

11 tampilan0 komentar

Commentaires


bottom of page