CEO Indonesia Ocean Justice Initiative Mas Achmad Santosa bercerita pengalamannya kala pertama kali turut membantu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada 2014.
Dalam diskusi bersama Kemitraan Indonesia, Sekretaris Pandu Laut Nusantara mengungkapkan Susi saat itu meminta dilakukannya analisis dan evaluasi, terutama terkait persoalan kapal eks asing yang beroperasi di lautan Indonesia.
"Saya belajar banyak dari Ibu Susi, kita harus buat anev, analisis dan evalusasi. Apa yang dianalisis, seluruh kapal eks asing, Ibu Susi punya asumsi ada banyak masalah kapal eks asing," ungkap Mas Achmad Santosa.
Setelah dihitung, pada 15 November 2014, tercatat 1.132 kapal eks asing berukuran di atas 150 GT beroperasi di lautan Indonesia. "Yang ditemukan memang melebihi apa yang kami pikirkan," sambungnya.
Keberadaan kapal-kapal ikan eks asing ini rupanya membawa segudang persoalan lain. Mulai dari perdagangan orang, perbudakan modern, hingga penganiayaan.
Mas Otta menuturkan, ada banyak ABK Kamboja, Laos, hingga Myanmar, yang dipaksa berlayar puluhan tahun di atas kapal-kapal tersebut.
Saat itu, satu per satu kapal yang sudah diawasi mulai dilakukan audit kepatuhan. Mereka kemudian dijatuhi hukuman administrasi hingga pidana. Susi pun kemudian memutuskan untuk moratorium kapal asing.
"Dan kapal eks asing sampai sekarang tidak boleh dioperasikan, dan kapal asing tidak boleh diberlakukan menangkap ikan," tutur Mas Otta.
Saat ini, ancaman keberadaan kapal eks asing dan asing kembali menguat lewat keberadaan kebijakan penangkapan ikan terukur. Kebijakan Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono itu sampai saat ini masing disuarakan oleh banyak organisasi sektor kelautan termasuk Pandu Laut Nusantara besutan Susi, untuk dikaji lagi.
Mas Otta pun menegaskan sudah sering memberikan masukan kepada Menteri Trenggono agar tidak memberi tempat kapal asing dan eks asing di wilayah kelautan Indonesia.
Langkah demikian boleh dilakukan, UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea ) pun tidak melarang negara-negara maritim mengutamakan sumber daya laut mereka untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini, kata Mas Otta, diberlakukan negara-negara lainnya seperti Australia dan Ghana.
"IOJI memberikan saran kepada Pak Sakti Wahyu Trenggono tidak memberlakukan kapal asing menangkap ikan di wilayah Indonesia," pungkasnya.
Comentarios