Sebagian besar awak kapal penangkap ikan domestik tidak memiliki sertifikasi untuk bekerja di kapal dan laut. Ini berpengaruh pada aspek keselamatan dan kesejahteraan.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Abdi Suhufan mengatakkan, penelitian DFW Indonesia di Pelabuhan Perikanan Samudera Muara Baru Jakarta mengungkapkan rendahnya jumlah awak kapal yang memiliki kualifikasi dasar.
"94 persen personel kapal penangkap ikan tidak memiliki sertifikasi dasar sebagai awak kapal penangkap ikan," ujarnya.
Sertifikasi yang dimaksud ini adalah Sertifikat Keamanan Dasar Perikanan atau Basic Safety Certificates. Padahal dalam Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang kelautan dan Permen KP nomor 33 tahun 2021 tentang pengelolaan personel kapal penangkap ikan, sertifikasi BST-F bagi awak kapal menjadi syarat untuk bekerja di kapal berukuran 30-300 GT.
DFW Indonesia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Ketenagakerjaan untuk melakukan inspeksi bersama mengatasi persoalan ketenagakerjaan di sektor kelautan dan perikanan ini.
Sertifikasi ini menjadi krusial karena berkaitan dengan kompetensi dan keselamatan awak kapal. "Risiko beroperasi di laut cukup tinggi dan berat. Jadi semua awak kapal harus memiliki pengetahuan dan persyaratan dasar keselamatan," ujar Peneliti DFW Indonesia Imam Trihatmadja.
Berdasarkan data organisasi buruh internasional, setidaknya 24.000 orang meninggal dan 24 juta terluka di kapal penangkap ikan komersial setidak tahunnya. Sementara di Indonesia, ada 100 nelayan dan awak kapal yang terluka saat bekerja menangkap ikan di laut tiap tahunnya.
Sumber: Destructive Fishing Watch (Koalisi Koral).
Comments