top of page
  • Gambar penulisPandu Laut Nusantara

Pemerintah Perlu Optimalkan Keberpihakan terhadap Nelayan Kecil


Potret perahu para nelayan bersandar di Tempat Pendaratan Ikan (TPI). (Foto: Fransiskus Pati Herin)

Di Indonesia, nelayan kecil semakin terdesak oleh sejumlah hal yang mengganggu sumber penghidupan mereka. Pemerintah perlu mengoptimalkan perhatian terhadap nelayan kecil.


Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengemukakan, jumlah nelayan kecil dari tahun ke tahun terus menurun. Nelayan semakin terdesak oleh sejumah isu dan persoalan yang menyebabkan mereka sulit mempertahankan sumber penghidupannya.


Adapun perhatian terhadap nelayan kecil perlu diutamakan, karena sebanyak 96% dari pelaku usaha perikanan tangkap merupakan skala kecil. Rantai pasok produk perikanan tangkap bersumber dari nelayan kecil.


Perhatian tersebut berdasarkan isu yang berkembang, yaitu pertambangan dan reklamasi yang mencemari laut, merenggut ruang hidup dan mata pencarian nelayan, seperti pertambangan di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.


Selain itu, akses nelayan juga sangat minim terhadap sarana produksi, ataupun jaminan sosial, seperti sentra-sentra nelayan kecil kesulitan akses bahan bakar minyak.


Menurut Abdi, skema pembiayaan usaha kelautan dan perikanan memang terus meningkat, yakni melalui kredit usaha rakyat (KUR). Capaian KUR kelautan dan perikanan pada 2022 sekitar Rp 9,9 triliun, naik 22,9 persen dibandingkan dengan capaian tahun 2021 sekitar Rp 8,05 triliun.


Namun, hanya 20 persen serapan KUR yang menyasar perikanan tangkap, dan sangat sedikit yang diakses nelayan kecil.


"Perlu ada solusi konkret dan komprehensif dari pemerintah dalam rangka perlindungan dan menunjukkan keberpihakan negara terhadap nelayan kecil, serta memperkuat kolaborasi program untuk perlindungan nelayan," ujar Abdi dalam Ocean Talk "Menakar Keberpihakan pada Nelayan Kecil di Indonesia" yang diselenggarakan oleh Ocean Solutions Indonesia.


Pejabat Fungsional Pengelola Produksi Perikanan Tangkap (P3T) Ahli Madya Kementerian Kelautan dan Perikanan Hamdan N Huda mengemukakan, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur yang digulirkan pemerintah merupakan momentum menyempurnakan praktik pengelolaan perikanan secara lebih maju dan terukur.


Selama ini fokus pemerintah pada pengendalian jumlah kapal perikanan tidak sebanding dengan manfaat dan kesejahteraan yang didapat nelayan.


Sementara itu, Hamdan mengakui, kebijakan penangkapan secara terukur menjadi isu hangat di kalangan nelayan kecil dan dianggap hanya fokus pada industri. Namun, program baru itu dipastikan tetap memperhatikan nelayan kecil.


"PNBP dari usaha penangkapan ikan dikembalikan ke masyarakat nelayan, antara lain melalui kampung nelayan maju," katanya.


Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indoesia Budi Laksana berpendapat, kebijakan perikanan masih berkutat pada produksi dan pendapatan negara. Peningkatan kesejahteraan nelayan kecil belum menjadi isu sentral dan strategis.


Nelayan kecil hanya berkutat pada keterbatasan teknologi, kesulitan mengakses bahan bakar, akses perbankan untuk permodalan yang terbatas, dan ketergantungan pada tengkulak. Di lain hal, tempat pendaratan ikan dan pelelangan di sentra-sentra nelayan kecil cenderung tidak aktif sehingga pendataan terhadap nelayan kecil cenderung tidak akurat.


Kebijakan pemerintah menerapkan penangkapan ikan terukur. Hal tersebut dianggap dapat menjadi jawaban dari keterancaman kehidupan nelayan


Kendati demikian, penangkapan ikan terukur, dinilai belum menjawab persoalan mendasar bagi nelayan. Justru, kebijakan tersebut menimbulkan pertanyaan terkait kewenangan pengaturan kuota tangkapan ikan serta penentuan kuota antara nelayan besar dan kecil.


Di samping itu, penangkapan ikan terukur yang diarahkan untuk menggenjot PNBP dikhawatirkan mendorong eksploitasi sumber daya ikan yang berlebihan.


"Sejauh mana transparansi penentuan kuota penangakpan ikan terukur?" ujarnya.


Budi menambahkan, negara perlu fokus mendorong program kelembagaan nelayan kecil melalui kolaborasi pemerintah, organisasi, dan kelompok nelayan. Keberpihakan negara untuk memperkuat nelayan kecil diperlukan agar nelayan bisa bangkit dan berdaya saing.


Anggota staf pengajar Program Studi ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Rignolda Djamaluddin, mengemukakan, kebijakan nasional selama ini belum menyentuh nelayan kecil. Sebaliknya, nelayan kecil seolah menjadi korban kebijakan dari waktu ke waktu.


Perlindungan nelayan yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam dinilai masih jauh dari harapan. Kebijakan negara dinilai makin jauh dari kepentingan nelayan kecil.


”Masih banyak kegagalan dalam penguatan nelayan kecil. Banyak nelayan kehilangan ruang berproduksi dan permukiman, antara lain tertutupnya akses hingga reklamasi. Amanat perlindungan nelayan harus dijalankan,” ujarnya.


Sumber: Kompas

14 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page