Sungai dan pesisir Pulau Bunyu, Kalimantan Utara, terus mengalami pencemaran dari limbah operasi perusahaan tambang batu bara.
Baru-baru ini warga kembali melaporkan dugaan pencemaran sungai dan pesisir ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Sebelumnya, laporan serupa juga sudah pernah disampaikan warga pada tanggal 8 Mei 2022.
Setidaknya ada tiga aliran sungai berdekatan yang terdampak pencemaran ini. Yakni Sungai Barat, Sungai Lumpur, dan Sungai Siput.
Awalnya, kelompok nelayan yang mengecek kondisi mangrove di sekitar kawasan tersebut menemukan limbah sudah meluas hingga bantaran Sungai Lumpur.
Masyarakat yang bermukim di dekat Sungai Lumpur mengandalkan air sungai untuk mandi, mencuci baju dan siram tanaman. Kini, air Sungai Lumpur tak bisa lagi digunakan. Sungai dan pemukiman warga berada di lahan paling rendah hingga limbah mudah masuk.
“Di sana ada juga tambak ikan, tambak udang dan perkebunan. Ada pisang, buah-buahan ada sayuran. Ada 60 rumah di sekitarnya,“ kata Haryono, salah satu warga yang turut melaporkan.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menegaskan, pulau kecil seperti Bunyu seharusnya dilindungi dan tidak boleh ada pertambangan skala besar sesuai amanat UU Pesisir dan Pulau Kecil.
Muhammad Jamil, Ketua Divisi Hukum Jatam Nasional mengatakan Bunyu merupakan salah satu pulau kecil. Pulau ini memiliki keterbatasan cadangan air tawar.
Begitu juga dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serba terbatas. Kalau ada ekspolitasi skala besar, seperti pertambangan batu bara maka akan membahayakan lingkungan hidup pulau itu.
Dia juga menyoroti peraturan daerah soal zonasi rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) Kalimantan Utara. Aturan itu mestinya tunduk pada UU Pesisir dan Pulau Kecil.
“Seharusnya tidak ada alokasi ruang tambang di Pulau Bunyu, termasuk pelabuhan. Karena pelabuhan dan pengangkutan pasti lewat laut," ujarnya.
Sumber: Mongabay.
Comments