Persoalan sampah plastik semakin hari menjadi persoalan yang signifikan bagi lingkungan dan alam. Persoalan tersebut merupakan persoalan global yang perlu diberantas hingga tuntas, karena dampak sampah plastik yang sering menjadi ancaman baik bagi lingkungan, alam, laut, manusia, hingga ekosistem laut. Seiring perkembangan zaman, sampah plastik terus meningkat penggunaannya, akibatnya terjadinya tumpukan-tumpukan sampah plastik tersebut. Perusahaan-perusahaan penghasil plastik menjadi kemasan-kemasan pembungkus barang dan makanan, terus diolah tanpa memperhatikan bahaya plastik tersebut saat menjadi sampah, karena sulit terurai.
Kebiasaan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap sikap peduli lingkungan, akibatnya masyarakat membuang sampah sembarangan seperti ke sungai-sungai, ke jurang bibir pantai, ke lurah-lurah, yang ketika hujan dan banjir sampah-sampah tersebut terbawa arus dan berakhir di laut dan pantai. Hal itu menyebabkan pencemaran terhadap laut, tak lain ancaman bagi ekosistem laut, karena sampah-sampah tersebut dimakan oleh biota-biota laut–sering mati terdampar akibat memakan sampah, seperti paus.
Persoalannya ancaman tersebut sampai kepada kita, karena biota-biota laut yang memakan sampah plastik, namun tidak mati dan terdampar, sementara itu nelayan menangkap ikan tersebut dan dipasarkan, kita mengkonsumsi ikan itu, kita tidak sadar bahwa ikan tersebut terdampak sampah plastik, berdampak juga kepada kita, karena terdapat zat kimia pada plastik tersebut.
Selain itu, pengelolaan sampah plastik juga masih minim, baik dari segi masyarakat, maupun pemerintah. Hal-hal itulah yang melatarbelakangi terjadinya penumpukan sampah plastik yang menjadi ancaman bagi alam dan kehidupan.
Menurut data Jambeck (2015), Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton setelah Cina yang mencapai 262,9 juta ton. Sementara itu di urutan ketiga adalah Filipina yang menghasilkan sampah plastik ke laut mencapai 83,4 juta ton, diikuti Vietnam yang mencapai 55,9 juta ton, dan Sri Lanka yang mencapai 14,6 juta ton per tahun. Setiap tahun produksi plastik menghasilkan sekitar delapan persen hasil produksi minyak dunia atau sekitar 12 juta barel minyak atau setara 14 juta pohon. Lebih dari satu juta kantong plastik digunakan setiap menitnya, dan 50 persen dari kantong plastik tersebut dipakai hanya sekali lalu langsung dibuang.
Oleh sebab itu, pentingnya pengelolaan, pengolahan, dan pemanfaatan terkait sampah plastik tersebut. Salah satu contoh pengelolaan, pengolahan, dan pemanfaatan sampah tersebut seperti yang telah direalisasikan oleh seniman rupa Made Bayak.
Profil Singkat Made Bayak
Made Bayak adalah seniman yang lahir di Tampaksiring, Gianyar, Bali pada tahun 1980. Ia telah memiliki bakat seni sejak usia muda sehingga memutuskan untuk menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar pada tahun 1999 hingga tahun 2006. Ia menikah dengan seorang seniman bernama Kartika Dewi dan memiliki seorang anak bernama Damar Langit.
Made Bayak mendapatkan darah seni dari keluarganya, sang kakek buyutnya diketahui adalah seorang pembaca dan penulis lontar (naskah kuno Bali) dan juga seniman Rajah (gambar mistis dalam budaya Bali).
Made Bayak kemudian dikenal saat ini sebagai seniman rupa yang memanfaatkan sampah plastik sebagai bahan mentah karyanya. Salah satu project seninya yaitu Plasticology. Ia juga kerap memberikan workshop dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengurangi sampah plastik. Karya seni Made Bayak tak hanya dikenal di dalam negeri bahkan juga hingga ke luar negeri. Karya hasil olahan dari sampah plastik tersebut dipamerkan di Amsterdam, Centre Cultural Grasse Perancis, dan negeri-negara Eropa lainnya.
Made Bayak dan Sampah (Plastik dan Sandal)
Made Bayak dan sampah plastik merupakan hubungan yang sangat erat–berkenalan dari tahun 2010 hingga sekarang. Perkenalan tersebut membawa eksperimen ke dalam karyanya, yaitu menempatkan sampah plastik sebagai bahan utama dalam berkarya. Bayak menonjolkan sikap peduli lingkungan ke dalam karya-karyanya tersebut.
“Itu saya eksperimen mediumnya itu awal 2010, dan akhir 2010 itu sudah jadi karya dan awal 2011 dipublish dengan pameran.” jelas Bayak.
Sebelum plastik menjadi bahan utama Made Bayak dalam berkarya, ia melukis di kanvas dengan tema lingkungan yang juga menghadirkan plastik dalam lukisannya, namun pikiran kritis seorang seniman, ia memandang karyanya yang semacam itu belum cukup kuat untuk menyampaikan pesan, sehingga ia membuat eksperimen lukisan yang berbahan sampah plastik.
“Melihat orang buka jendela mobil, buang sampah, hampir kena, pengalaman-pengalaman itu mungkin berkumpul ya, akhirnya memberi saya apa nih bikin dia lebih kuat, medianya juga bisa menjadi pesan langsung, ya pakai sampahnya langsung.” tuturnya.
Adapun teknik yang ditemukan Bayak dalam eksperimen tersebut yaitu, membentuk plastik-plastik tersebut menjadi kolase dengan komposisi warna yang kemudian diisi oleh gambar siluet tokoh-tokoh atau simbol-simbol tertentu. Keahliannya dalam mengkomposisikan warna membuat kehadiran antara warna-warna plastik dengan gambar terlihat menyatu.
“Kalau belajar seni kan dapat mengkomposisikan warna dan bidang, kemudian karena warna dan bidangnya itu sudah warnanya asli dari plastik, kemudian figur apa yang kita buat, tekniknya membuat figur itu seperti apa biar tidak kalah dengan warna.” jelasnya.
Inspirasi Made Bayak dalam pemanfaatan sampah-sampah plastik tersebut didorong dari pengalaman-pengalaman hidupnya semasa kecil yang bermain di alam, selepas main bisa langsung minum di sungai, namun hal itu tidak ditemukan lagi di masa sekarang.
“Orang mulai buang sampah mandi langsung buang saset sampo di sungai,” pungkasnya.
Made Bayak mengatakan, saat menempuh pendidikan SMA, perkembangan tersebut semakin pesat, sampah-sampah semakin bertumpuk di aliran sungai, keasrian yang dirasakan semasa kecil tersebut sudah tidak dijumpainya lagi.
“Padahal kita hidup itu sangat memerlukan air, tapi dikotori juga air itu,” tambahnya.
Hal itulah yang memotivasi seniman rupa Made Bayak yang sudah malang melintang di dunia seni lukis, keresahan sebagai faktor pendorong Bayak untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi sebuah karya. Sebagai seorang seniman pemanfaatan sampah plastik tersebut sekaligus untuk mengurangi pencemaran lingkungan.
Selain pemanfaatan sampah plastik, Made Bayak juga memanfaatkan sampah-sampah sandal yang disulap menjadi sebuah karya yang bernilai estetik dan memiliki nilai jual. Ide dasar Bayak dalam memanfaatkan sampah sandal menjadi sebuah karya, karena sampah sandal tidak ada tempat menjual dan tidak ada yang ingin membelinya.
“Sandal itu ndak ada yang mau ngumpulin sampah sandal, karena ndak ada yang mau beli perkiloan atau apa ndak ada yang mau beli,” jelas Bayak”
Hal itulah yang dilihat oleh Made Bayak–potensi yang terdapat dari sampah sandal. Bayak menyulapnya menjadi ikan paus yang dibaluti oleh sandal, sebuah karya seni yang bernilai estetik dan memiliki nilai jual yang tinggi. Persoalan nilai jual bukan dilihat dari segi bahannya dari sampah, namun proses mendapatkan ide tersebut butuh tahap-tahap 'seni' yang dilalui Bayak, meliputi, ilmu pengetahuan, pengalaman, berpikir kritis, serta menonjolkan kreatifitas.
Made Bayak juga mengedukasi masyarakat dalam bentuk kemasan workshop. Dalam workshop tersebut, ia menerangkan tentang bahaya dan ancaman sampah-sampah plastik bagi lingkungan dan alam, serta cara memanfaatkan sampah-sampah plastik yang tak layak pakai menjadi sebuah karya yang tersemat nilai estestis dan memiliki nilai jual. Adapun workshop tersebut sudah direalisasikan Bayak di berbagai daerah dan tempat baik lokal, nasional, maupun internasional.
“Melantangkan suara tentang kepedulian terhadap lingkungan, bentuknya bisa macam-macam, kalau saya sebagai seniman membuat karya, berpameran, dan mengikuti event-event,” ujarnya.
Bayak menambahkan perihal kesadaran peduli lingkungan, “api-api kecil ini kan sudah menyala di banyak tempat, jadi menunggu api kecil ini bersatu menjadi api besar dan semoga itu menjadi kesadaran yang baik terhadap lingkungan, terhadap alam.” tambahnya.
“Sebelum kita ada pilihan lain untuk hidup di bumi ini, ya harus dijaga. Kita tu ndak ada pilihan lain lagi selain di bumi ini.” pungkasnya.
Comentarios