Nelayan di Maluku keluhkan dampak perubahan iklim yang tidak menentu, akibatnya hasil tangkapan mereka menjadi berkurang, karena gempuran gelombang besar dan tingginya frekuensi siklon.
Rian Hidayat, Direktur Yayasan Harmoni Alam Indonesia (HAI), mengatakan, perubahan iklim sangat berdampak pesat pada penurunan hasil tangkapan ikan karena berpindahnya wilayah tangkapan ikan (fishing ground). Kondisi ini, katanya, berdampak langsung pada usaha perikanan yang merupakan tiang penyangga ekonomi pesisir.
“Cuaca tidak menentu, frekuensi siklon lebih intens menyebabkan sistem operasional penangkapan terganggu,” katanya.
A Karim Layn, anggota Saniri Negeri (BPD) Negeri Asilulu mengatakan, wilayah tangkap kian menjauh dan cukup berpengaruh pada alat tangkap ikan tradisional. Alat tangkap pun tak mampu lagi mengatasi perubahan iklim, terutama pada tinggi gelombang dan kekuatan angin.
Selain Karim, Gani Kiat nelayan asal Negeri Asilulu juga mengeluhkan banyak rumpon di sejumlah perairan di Maluku ini berada di atas 10-12 mil hingga bisa berdampak tuna makin menjauh dari daerah penangkapan.
Dia juga khawatir pada perahu pentura nelayan yang terbuat dari bahan viber, karena saat musim penghujan, nelayan mencemaskan perahu kena hantam gelombang dan terbalik. Perahu dengan bahan ini tak mengapung. Berbeda dengan perahu kayu, yang akan mengapung saat terbalik atau kemasukan air.
“Kami ragu alat transportasi ini. Karena ada kerabat kami yang mengalami kecelakaan saat menggunakan alat ini, berbeda dengan yang kayu.”
Selain itu, masalah lainnya yaitu tumpahan semacam tinta ke laut dengan sengaja. Kiat mengatakan, penggunaan tinta diduga mengandung unsur kimia yang dibawa nelayan asing saat melaut di perairan Maluku. Tinta tersebut ditumpahkan untuk membuat ikan-ikan mabuk.
Dia meminta, perhatian serius Pemerintah Maluku untuk mengatasi berbagai persoalan ini.
Sumber: Mongabay.
Comments